Rabu, 15 Agustus 2018

Perjuangan Caleg Pada Pemilu 2019 Antara Materi dan Dukungan

Image result for pemilu 2019

website calon legislatif - PEMILIHAN Umum (Pemilu) 2019 tinggal beberapa waktu lagi. Beberapa persiapan sudah dikerjakan baik oleh parpol (Partai politik) peserta Pemilu ataupun penduduk menjadi konstituen penyumbang nada. Proses kerja Komisi Penentuan Umum (KPU) Pusat serta KPU Propinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan struktural organisatoris sudah juga melakukan instruksi dari KPU Pusat serta sudah mensosialisasikan semua agenda atau prorgram step untuk step dari pelaksanaan Pemilu 2019, jika di prosentasekan maka dapat ada angka 75% tingkatan Pemilu itu sudah direalisasikan.

Belum juga beberapa Calon Legislatif (Caleg) DPR RI, DPRD Kabupaten/Kota, ataupun DPD, serentak ambil peranan terpenting untuk mensosialisasikan pekerjaan pelaksanaan Pemilu lewat beberapa langkah serta tehnik. Hingga tidak hanya tingkatan Pemilu sampai ke penduduk, pengenalan beberapa Caleg juga tersosialisasikan otomatis. Terpenting pada pergantian tata langkah pencoblosan. Penduduk menjadi tahu dengan alur pencoblosan itu yakni dengan mencontreng nomer urut beberapa Caleg.

Beberapa Caleg untuk Pemilu 2019 ini benar-benar sangat semangat sekali untuk memperoleh nada dari beberapa pendukungnya. Sesaat penduduk juga jadi kebingungan sendiri, saat lihat demikian membludaknya Caleg dari beberapa Partai Politik (Partai politik) bergelantungan di antara tiang listrik, pohon-pohon, ataupun melekat pada tembok-tembok rumah dan beberapa tempat strategis yang lain. Dengan janji-janji politiknya beberapa politisi pemula serta politisi kawakan berlomba-lomba untuk menarik simpati penduduk.

Penduduk menjadi customer, saat lihat spanduk-spanduk, sticker-sticker, dengan beragam macam bentuk, warna serta ukuran, cuma tersipu, tersenyum saja. Sekurang-kurangnya mereka menggelengkan kepalanya walaupun cuma hanya gelengan kecil saja. Buat politisi, baik yang baru menjual masuk ke dunia politik ataupun beberapa orang yang sudah memiliki pengalaman dalam berpolitik, harus terpaksa terpancing, saat lihat kondisi politik itu. Seakan beberapa politisi itu jadi gelap mata, nalar berpikirnya seperti hilang, tanpa diakui. Pada hal kesempatan politik yang sampai kini jadi penyebab dianya telah dimuka mata. Tetapi karena dipengaruhi dengan beberapa politisi pemula, menjadi turut.

Walau sebenarnya jika dengan jujur saja, beberapa politisi lama telah ada dalam tempat penyempurnaan saja, tidak mesti latah ikut serta pada beberapa politisi pemula. Jaringan konstituen telah di tangan, berlainan dengan beberapa politisi pemula, memang mereka mesti berjuang untuk memperoleh jaringan. Kadang nalar politiknya tidak berjalan dengan baik. Ada lagi, beberapa politisi yang terasa tidak “Percaya Diri“ hingga, orang yang lain tidak diijinkan untuk menempatkan atribut Calegnya di lokasi kekuasaannya atau konstituennya. Mereka takut tidak memperoleh nada, jika ada di antara Caleg lainnya yang ingin menempatkan gambar atau atribut Calegnya di lokasi konstituennya itu. Meskipun Caleg itu satu partai dengan dianya.

Menjadi kesempatan nada paling banyak memberi perkiraan sumir buat Caleg lainnya yang tidak “Percaya Diri“ itu.  Walau sebenarnya dalam dunia politik, populer dengan arti kepercayaan atau optimisme. Disadari memang, jika ada seseorang politisi, saat mencalonkan menjadi Caleg, karena itu dia mesti memiliki jaringan yang kuat. Bukan masalah materi berlimpah yang dipunyai oleh Caleg itu. Bisa saja mereka mempunyai materi berlimpah. Akan tetapi apa agunan, saat kita memiliki banyak dana (uang), penduduk akan memberi aspirasinya, belumlah pasti.

Ada taktik lainnya supaya Caleg itu jika ingin sukses duduk menjadi anggota Legislatif. Banyak uang belum jamin peroleham nada itu akan berpihak padanya. Sekitar apa pun uang yang ada, namum mesti ada hitam di atas putih. Penduduk saat ini membutuhkan ada profil, tokoh yang bisa diakui. Masalahnya telah dari Pemilu ke Pemilu, penduduk kita tetap dibohongi dengan janji-janji politik yang dikatakan waktu berkampanye.

Bisa menjadi dana telah dipunyai oleh beberapa Caleg. Dana itu bisa menjadi untuk dana sosialisasi atau dana politik yang perlu di keluarkan dari beberapa politisi pada konstituennya. Bisa menjadi juga dana itu menjadi kompensasi pada proses penarikan simpati nada supaya si Caleg itu pada daerah pemilihannya memperoleh legitimasi, hingga melenggang masuk jadi anggota Legislatif. Bisa menjadi juga, orang mengatakan dana itu menjadi money politic. Apalah istilahnya, yang pasti tempat penduduk itu mesti betul-betul dipertanggungjawabkan.

Saat Orde Lama (Orla), masuk ke Orde Baru (Orba), sekarang ini kita sudah melenggang masuk ke waktu Orde Reformasi, tentu saja, tempat rakyat itu mesti betul-betul mendapatkan legitimasi yang pasti. Saat beberapa Orde itu, tempat rakyat tetap ada di belakang bahkan juga condong jadi marjinal (dipinggirkan). Lihat keadaan seperti itu, tentu saja masalah penduduk bisa menjadi dipertaruhkan oleh beberapa politisi. Tetapi sesudah berlangsung transaksi jual beli nada pada Pemilu itu berlangsung, karena itu nasib rakyat jadi sapi perahan lagi. Saat politisi melenggang ke gedung rakyat (DPRD/DPR/DPD) saat itu juga rakyat jadi budak politisi.

Mengapa demikian? karena tempat rakyat ada pada tempat yang lemah. Apa pun bentuk komentar yang disuarakan rakyat, pada saat beberapa politisi itu sudah ada di gedung rakyat itu jadi seperti tidak bermakna. Keadaan seperti ini semestinya butuh dilihat oleh rakyat. Sebesar apa pun dana yang di terima oleh rakyat dari beberapa politisi, juga bakal diakui. Masalahnya dalam dunia politik itu, tidak ubahnya seperti dunia usaha. Si besar serta si kecil apa pun materi yang di keluarkan, tentu mereka akan berupaya kembalikan uang yang sempat dikeluarkannya. Masalah derita, jeritan rakyat bagaimana kelak saja. Kejadian ini, tentu saja sudah lama berada di Indonesia ini. Rakyat kita tetap tidak mendapatkan perjuangan seharusnya. Diluar itu juga, keadaan rakyat benar-benar sangat memerlukan masalah ekonomi menjadi usaha menyambung hidupnya.

Politisi Jujur serta Ikhlas Dan Duafa

Penduduk Indonesia memang dengan geografis berbeda. Jumlahnya penduduknya juga beragam. Ciri-ciri semasing masyarakatnya juga pada lokasi spesifik miliki ciri-ciri yang berlainan juga. Sumber Daya Manusia (SDM), standard pendidikannya juga ada pada tarap yang rendah. Karena itu lumrah, di antara semasing type penduduk itu begitu punya pengaruh dengan keadaan kehidupannya. Kadang, masalah ini jadi kesempatan buat beberapa politisi untuk memengaruhi mereka.

Penduduk tidak ingin tahu dengan ciri-ciri, tingkah laku, perilaku beberapa politisi itu. Jika telah memperoleh suatu dari elit politik, mereka telah suka. Hingga mereka akan mati-matian memperjuangkan elit politik itu. Mengambil contoh saja, tiap-tiap Penentuan Kepala Daerah (Pemilihan kepala daerah) tetap saja diwarnai dengan kericuhan. Menjadi di tempat ini kecerdasan penduduk berada di bawah standard optimal. Masalah perut, memang inti utama dari semua perosalan itu. Pemakaian kesempatan dari beberapa politisi, setiap saat diselenggarakan pesta demokrasi seringkali berlangsung. Rakyat seakan jadi tempat prima untuk jadikan tujuan.

Di tempat ini dibutuhkan seseorang politisi yang jujur. Dengan pemahaman jika bukan jujur dengan harfiah. Akan tetapi jujur keseluruhannya. Politisi jujur, mereka tentu begitu mustahil bertindak, tak perlu dilandasi oleh basic hukum yang kuat, baik hukum agama ataupun hukum negara. Apa pun yang dikatakan dalam tiap-tiap kampanye tetap yang penuh dengan pertanggungjawaban, beberapa kata santun, tidak mengkambinghitamkan seorang atau menjelek-jelekkan lawan politiknya. Apabila mereka sukses, karena itu keberhasilannya itu akan dipertanggungjawabkan dengan memperjuangkan apakah yang diinginkan oleh rakyatnya.

Politisi jujur, di dalam berjuang tetap penuh dengan keikhlasan. Akan tidak lakukan korupsi, karena didalam menarik simpati rakyat mereka tidak menggunakan dana baik yang halal ataupun haram. Karena ketidakberdayaan mereka untuk lakukan perjuangannya, karena itu apa pun yang dikerjakannya itu cuma memercayakan kebesaran dari Tuhan Yang Maha Esa (TYME). Umumnya, saat politisi ini tidak berhasil dalam mencapai sukses, tetap berlapang dada. Fitnah memfitnah, buruk menjelekan pada lawan politiknya tetap mereka jagalah dengan penuh perasaan tanggung jawab. Bahkan juga begitu berlainan dengan beberapa politisi yang memang mempunyai dana melimpah, sering tiap-tiap lakukan kampanye politiknya ada pada tempat yang lurus, tetap amanah pada tiap-tiap apakah yang dikerjakannya.

0 komentar:

Posting Komentar

Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.